Tuesday, January 7, 2014

HAMIL ITU TIDAK NYAMAN

Tidak semua orang merasakan hal yang sama, karena gejala kehamilan sangat personal, berbeda-beda setiap perempuan. Yang saya ingin tuliskan adalah apa yang saya rasakan.

Diawali dari rasa begah di ulu hati pada fase awal kehamilan, penderitaan panjang selama 9 bulan 10 hari segera dimulai: Morning sick. Mual dan muntah di pagi hari. Perut masih kosong tapi sudah teraduk-aduk. Sering kali sampai ‘muntah kuning’ yang membuat pandangan berputar dan badan selemas benang basah.

Tiba waktu makan, sarapan, makan siang, makan malam… lidah pahit dan perut masih teraduk-aduk. Hanya sedikit makanan yang bisa masuk ke perut. Akibatnya badan lemas karena kurang tenaga, pusing. Sedikit penderitaan ini bisa ditolong dengan susu emesis, atau vitamin B. Duduk begah, tidur salah, berdiri pusing.

Kalau perut sudah mulai besar, makan sudah mulai enak, giliran kaki yang mudah bengkak. Penyebabnya bisa macam-macam. Kebanyakan duduk, kebanyakan berdiri, kebanyakan jalan, kurang jalan-jalan ... Serba salah,  kan? Hampir setiap waktu kegerahan. Masuk ruangan AC pusing. Pakai kipas angin tidak enak. Berat badan bertambah, bentuk badan berubah menjadi aneh.

Kemudian ketika melahirkan, sakitnya ... Masya Allah ... tak perlu diceritakan, semua pasti sudah bisa bayangkan.

Lalu mengapa saya mau hamil dan menjaganya sampai 9 bulan? Bahkan ketika anak pertama baru berumur beberapa hari saya sudah berucap “Saya mau hamil lagi”.

Begitu tahun pertama dilewati, saya dan suami sudah merencanakan kehamilan kedua. Why?

Karena hamil adalah ladang pahala. Mengandung bayi adalah mengemban amanah, dipercaya Allah untuk mengantarai sebuah kehidupan. Segala sakit dan penderitaan yang dirasakan akan dihitung Allah sebagai butir-butir pahala yang akan kita panen bila kelak saatnya tiba.

Karena ketika bayi yang dikandung akhirnya terlahir ke dunia, hanya rasa bahagia dan syukur tak terhingga yang dirasakan. Mendengar tangis pertamanya, melihat sosok mungilnya, menyentuh kulit lembutnya ... melunturkan habis segala sakit dan rasa tak nyaman tanpa sisa. Semua berganti dengan kebahagiaan meluap-luap, bukan hanya pada diri kita, melainkan juga pada orang-orang di sekeliling kita. Allah membayar tunai semua derita selama 9 bulan dalam seketika, dan untuk waktu yang panjang ke depan.

Apalagi ketika bayi mungil itu sehat, tumbuh dengan baik, dan terlihat nyaman dengan apa yang kita berikan padanya. Menimang, menyusui, membelai, bahkan sekedar memandangnya mampu mengobati segala lelah dan sakit. Ketidaknyamanan yang saya sebutkan sebelumnya tidak ada apa-apanya bila dibandingkan rasa bahagia di ujung kehamilan.

Sebenarnya kurang bijak saya menghitung-hitung sakit dan tidak nyaman selama hamil hanya untuk mengukur rasa bahagia dan syukur setelahnya. Karena pada kenyataannya, bahagia yang dirasakan sungguh tak terukur. Subhanallah…..

11 comments:

  1. Wow, saya ingin hamil sekarang juga.

    ReplyDelete
  2. Dan saya penasaran, seperti apa rasanya hamil itu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dirimu pasti siap, sist ...
      Cintamu melimpah, nalurimu sudah terasah ketika merawat si kembar.
      Tinggal pasangannya, nih...
      Manaaaaa???? :-D

      Delete
  3. Seharusnya ini jadi bacaan para bapak juga, selama saya di klaim jadi 'orang dewasa', entahlah, mungkin semenjak lulus SMP, saya tidak pernah menangis - tapi entah - ketika saya menyuarakan azan dan ikomah di telinga anak titipan tuhan setelah sehari semalam menunggu tak terasa air mata ini menentes - alay ternyata, he-he
    sembari menghitung jumlah jari-jemari kaki dan tangannya - ini anak saya!
    dengan kejadian itu - saya gak habis pikir kenapa ada bapak yang tega meninggalkan anaknya,...
    Salam Saya Mom :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam, Dad
      Menyambut kelahiran.memang sangat indah :)

      Delete
  4. Saya sangat suka kalau isteri saya sedang hamil. Tambah kelihatan cantik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Karena dia bahagia, maka aura baiknya makin bersinar.

      Delete
  5. lagi, selalu mampu menginspirasi. keren

    ReplyDelete